16 Oktober 2012

Cruelty Beauty


Kosmetik seringkali menjadi senjata andalan agar tampil cantik dan menarik. Namun tak banyak yang bisa diketahui orang awam saat membaca bahan yang tertulis dalam label produk kosmetik.

Ada beberapa bahan yang dianggap menjijikkan namun sudah menjadi bagian perawatan kecantikan harian antara lain krim pelembab, lipstik, bedak hingga produk perawatan rambut. Mau tahu apa saja? Oddee memberi bocorannya.

Parfum mahal berisi kotoran dan muntah Paus
Bahan dari paus yang dimaksud bisa kotoran sisa metabolisme maupun muntahnya. Ambergris atau lilin kuning merupakan zat padat yang dihasilkan  usus ikan paus Sperm untuk melindungi mereka dari benda tajam yang kadang kadang ikut tertelan. Ambergris sering disebut emas laut dengan harga bisa mencapai US$ 10 ribu untuk satu pon.

Bau unik ambergris sering digunakan dalam parfum mahal, dan kadang diolah menjadi hidangan lezat. 



Lipstik berisi serbuk kumbang parasit
Serangga Cochineal pemakan tanaman kaktus merah di Amerika Tengah dan Selatan. Dari situlah warna merah yang kuat dihasilkan. Kumbang ini telah digunakan selama berabad abad dalam lipstik, pewarna es krim, yogurt dan pemulas mata. Bahkan, Starbucks mengaku menggunakan pewarna cochineal di beberapa minuman mereka.



Sisik ikan di maskara dan kuteks

Anggapan bahwa maskara mengandung guano kelelawar ternyata keliru. Nyatanya, kosmetik satu ini mengandung sisik ikan. Sisik ikan juga ditemukan dalam produk-produk mandi, produk pembersih, wewangian, kondisioner rambut, lipstik dan produk perawatan kulit.



Bangkai hewan di lipstik, pemulas pipi dan sabun
Tallow adalah bahan yang umum dalam banyak produk, termasuk riasan mata, lipstik, pelembab dan alas bedak, shampo, sabun cukur, dan produk perawatan kulit. Bahan ini berasal dari lemak hewan dari pemotongan hewan, peternakan dan bahkan dari hewan liar yang mati. 



Sperma banteng untuk produk rambut
Kandungan protein yang tinggi, menjadikan sperma banteng menjadi bahan populer dalam produk rambut, terutama untuk rambut kering atau rusak. Campuran sperma banteng dengan tanaman Katera salah satu perawatan di salon megah, yang kerap disebut "Viagra rambut".


Dinamit dalam deodoran dan exfoliator
Diatomaceous earth (DE) atau juga disebut bubuk putih merupakan zat abratif yang digunakan sebagai pengikis kulit mati dalam exfoliators ringan. Bahan ini juga ada dalam pasta gigi alami, dan deodoran.


Siput di Pelembab
Cairan siput adalah salah satu bahan utama dalam pelembab terkenal. Asam glikolat dan elastin pada sekresi siput melindungi kulit dari luka, bakteri, dan sinar UV. Cairan ini juga sumber protein untuk menghilangkan sel-sel mati dan meregenerasi kulit dari bekas luka dan jerawat.



Hati hiu di lipbalm dan sunscreen
Squalane adalah minyak yang dihasilkan secara alami oleh semua tumbuhan dan hewan termasuk manusia. Sumber skualan yang diekstraksi dari hati ikan hiu menjadi minyak kerap ditemukan dalam lipbalm, tabir surya, dan pelembab. 



Kulit bayi dalam Moisturizer
SkinMedica mengklaim menggunakan sel-sel yang berasal dari kulit bayi manusia (NouriCel-MD) dalam produk anti penuaan revolusioner buatannya. Produk ini merupakan kombinasi dari kolagen larut, antioksidan, faktor penumbuh alami, dan protein. Bahan diklaim memperlambat proses penuaan dini dan mendorong pertumbuhan kulit baru. 



Lilin Wol Domba dalam krim cukur
Pernah mendengar Lanolin? Anda mungkin sering mengoleskannya pada tubuh dalam bentuk losion atau krim cukur. Faktanya, lanolin dikumpulkan dari bulu domba dan digunakan dalam suplemen vitamin sebagai agen pengilap tablet suplemen.

Lanolin umumnya digunakan meredakan sakit pada puting ibu menyusui sekaligus efektif membuat sarung tangan bisbol lebih kenyal. Perusahan kosmetik Olay menggunakan Lanolin dalam produk mereka.

15 Oktober 2012

Hell Colored Blue: EARTH!

Neraka Berwarna Biru: BUMI!

Dari luar angkasa, bumi terlihat bagaikan sebuah planet anggun berwarna biru, sendirian...mengambang di antara planet-planet lain, seolah menawarkan kedamaian dan kesejahteraan. Hmmm... Siapa sangka, dalam kedamaian birunya, ternyata bumi selalu bergejolak. Gejolak energi alam mahadahsyat terus membentuk bumi agar menjadi tempat hidup bagi seluruh makhluk. Bumi adalah setitik debu di alam jagad raya yang menawarkan tempat berbagi bagi kehidupan. Bumi mestinya dapat menjadi pantulan citra paradise yang selalu hadir dalam imajinasi semua bangsa: tempat yang indah, sejahtera, dan tanpa derita. ---Tanpa bermaksud SARA dan mendiskriminasi, karena dulu saya pernah sekolah di salah satu sekolah Katolik, sedikitnya saya tau tentang pelajaran agama Katoliik karena saya dipaksakan untuk mengikuti pelajarannya di dalam kelas walopun saya beda agama---(Bahkan setiap saat digumamkan dalam doa Bapa Kami oleh pemeluk Kristiani: “Datanglah kerajaan-Mu......bla bla bla”. Mengapa kita tidak memberi kesempatan kepada Tuhan untuk menjadikan diri kita masing-masing pembuka jalan bagi kerajaan-Nya???? Sekarang juga? Dengan menjauhkan segala bentuk kekejaman dai perilaku kita??? Hmmmh... Aneh bukan?). Wellyea... Religion is a fraud n poison!



Planet Bumi berwarna biru terlihat cantik, sepi di ruang angkasa. Di sanalah segala drama kehidupan terjadi: sedih-gembira, sakit-sehat, benci-cinta. Bumi adalah planet sebesar debu di angkasa yang seharusnya damai dan menyenagkan. Namun, bagi sebagian makhluk hidup, planet ini adalah mimpi paling buruk. Mereka, yakni para hewan ternak, sengaja dihidupkan dan akhirnya sengaja dibunuh oleh spesies dominan: MANUSIA!







Pada  saat kelahirannya bumi terlihat mengerikan. Badai gas, semburan lahar gunung muda, hujan meteor, dan gempa dahsyat (dalam pelajaran Geografi yang saya dapat waktu sekolah dulu) menjadi pameran besar kerja sistem energi pembentuk bumi. Ketika kemudian semua menjadi lebih tenang dan seimbang, sistem energi itu terus bekerja sebagai pendukung kelangsungan “hidup” bumi.

Tetapi, energi alam yang membentuk kehidupan itu telah dikacaukan oleh makhluk yang tidak pernah tahu berterima kasih kepada alam. Spesies yang memiliki nama populer “m-a-n-u-s-i-a”, yang memiliki sifat spesiesis, memandang dirinya sebagai spesies paling unggul dan berhak menguasai spesies lain, duduk nyaman di tribun antroposentrisme dan menyaksikan penderitaan spesies lain--tanpa peduli, konstruksi berpikir manusia inilah yang mendeskripsikan apa yang disebut Spesiesisme. Sama halnya dengan seksisme, rasisme, homofobik yang mendefinisikan sikap pendiskriminasian dan sistem dominasi atas individu terhadap individu lainnya. Spesies bernama manusia, itulah kita, gemar menulis sejarahnya sendiri, penuh dengan kesombongan dan kecongkakan. Kegemaran yang paling disukai adalah “melepaskan energi negatif”; menebarkan rasa sakit, ketakutan, penderitaan, penindasan, eksploitasi di antara spesies sendiri dan lebih-lebih kepada spesies lain. Manusia adalah makhluk yang lupa (karena seharusnya dia dapat mengingat) bahwa bumi dapt terus ada tanpa manusia, tetapi manusia tidak dapat ada tanpa bumi. Bumi tidak memerlukan manusia, tetapi manusia memerlukan bumi.

Menurut Peter Singer dalam bukunya Animal Liberation manusia menentukan perasaan makhluk lain dengan kacamata manusia. Manusia dapat mengatakan bahwa elang memiliki pandangan yang lebih tajam daripada manusia, anjing mempunyai penciuman yang lebih tajam daripada manusia, dan sebagainya, tapi mengabaikan kemungkinan bahwa hewan dapat mengembangkan saraf peraba yang lebih sensitive daripada milik manusia, sehingga mereka dapat merasakan sakit yang lebih hebat daripada manusia. Demikian juga, manusia menuntut hewan memiliki bahasa dan pikiran yang sama agar dapat hidup sederajat. Penelitian menunjukkan bahwa babi memiliki kecerdasan setara dengan anak manusia berumur tiga tahun dan dapat hidup mandiri. Tapi, hanya karena tidak dapat berbicara dengan bahasa manusia, babi boleh dibunuh. Sebaliknya, betapa pun tak berdayanya seorang manusia (cacat mental, tidak dapat mandiri), kita tidak mungkin mencabut hidupnya karena dia adalah anak manusia!!

Kita dapat mengabaikan kengerian neraka bumi pada saat awal pembentukannya karena kita memang belum ada. Ngeri belum terdefinisikan. Sakit belum dikenal. Namun, justru ketika bumi siap mewadahi kehidupan, termasuk kehidupan makhluk-makhluk berdaging dan bersaraf, saat itulah energy ketakutan, kengerian, dan kesakitan menemukan bentuknya. Para makhluk saling menyakiti dan membunuh. Manusia, yang secara biologis termasuk binatang, mengembangkan cara berpikir yang lebih maju daripada binatang lain, kemajuan yang menjadi malapetaka besar bagi makhluk lain, termasuk perang, perebutan kekuasaan, uang yang berujung pada kesakitan, kengerian dan kematian. Spesies manusia adalah satu-satunya binatang yang dengan sadar melakukan itu semua dan dengan sadar mengeksploitasi spesies lain (dan bahkan spesiesnya sendiri), dengan sadar pula mengeksploitasi hewan demi kenikmatan lidah mereka, bukan untuk bertahan hidup. Selera manusia yang tidak alami nyata-nyata telah merusak system energy bumi, menyebabkan pemborosan dan kerusakan alam.

Mari kita bayangkan melihat bumi dari ruang angkasa: planet biru yang kesepian, yang di dalamnya penuh dengan energy ketakutan; planet neraka berwarna biru. Planet tempat hewan dipaksa lahir di peternakan dan dipaksa mati di rumah jagal/ RPH. Kelahiran yang seharusnya berisi energy keriangan hidup diubah menjadi kematian paksa yang menebarkan energi kesedihan, dendam, dan kebencian. Planet neraka biru yang mungkin menyebabkan penyesalan bagi para hewan: mengapa mereka disiksa, dipaksa mampir ke sini? Dan, para hewan ternak yang lahir sebagai pemakan tumbuhan (herbivora)pun diajari, mmmmh….dipaksa untuk menjadi pemakan tepung daging, tulang, dan bulu sesamanya. (75.000 ton tepung daging, tulang, dan bulu impor untuk pakan ternak yang terhambat di pelabuhan Indonesia berpotensi merugikan 112,5 milyar rupiah per bulan menurut Kompas (14 Juni 2008)di artikel “Bahan Baku Pakan Tertahan di Gudang” dan “Lampu Kuning untuk Perunggasan Nasional” Kompas (16 Juli 2008).)

Sebagian dari kita mungkin beranggapan bahwa masalah “bumi menjadi neraka bagi spesies selain manusia” tidak perlu dibahas dan dibesar-besarkan. Namun, bagaimana dengan data yang menyebutkan bahwa rata-rata setiap dua-tiga detik satu anak di dunia meninggal karena kelaparan? (menurut www.eatveg.com). Bagaimana  dengan data yang menyebutkan bahwa 3,5 juta anak di bawah usia lima tahun meninggal setiap tahun akibat kekurangan gizi? Lebih dari tiga perempatnya terjadi di 20 negara miskin. Di Jawa Tengah, 15.980 anak balita menderita gizi buruk (www.kompas.com; 16 Maret 2008). Mereka sepenuhnya berhak bertanya, mengapa mereka dilahirkan,. Jika data di atas disandingkan dengan data bahwa pada tahun 2001 McDonald (dalam film dokumenter Super Size Me)menghabiskan dana 1,4 milyar dolar AS (setara dengan 13 triliun rupiah) hanya untuk promosi. Maka sekali lagi para anak miskin memiliki hak sepenuhnya untuk bertanya, dunia macam apa yang harus mereka singgahi ini. Saat ini di dunia diperkirakan ada 1,1 milyar orang yang kegemukan (berlebihan makan) dan 1,1 milyar orang kurus kering (kurang gizi)—(www.worldwatch.org/press/news/2000 /03/04). Kasus obesitas tidak dimonopoli oleh negara maju, namun juga ditemukan di Negara berkembang tempat junk food outlets merajalela.

Selera akan kenikmatan membutakan mata-pikiran dan mata-hati manusia, menjadikan manusia boros energy dan merusak alam. Manusia sibuk mencari pembenaran bagi tindakan mereka yang tak masuk akal dalam memakai energy dan merusak ekosistem. Demi melanggengkan selera akan kenikmatan, manusia rela mengkhianati logika mereka sendiri; kemampuan berlogika yang dengan congkak mereka yakini mendiskriminasi spesiesnya dengan spesies lain. --Karel